Bioetika Sebuah Pengantar



Panduan Moral Agar Tidak Tersesat
Judul Buku : Bioetika Sebuah Pengantar : 
Aborsi, Masturbasi, Bayi Tabung, Hukuman Mati, Pemanasan Global
Pengarang : William Chang, OFMCap
Penerbit : Kanisius, Yogyakarta, Juli 2009
Tebal Buku : 177 halaman
Peresensi :Paulus Mujiran, S. Sos, Msi.
Dimuat di Sinar Harapan



            Buku berjudul Bioetika Sebuah Pengantar : Aborsi, Masturbasi, Bayi Tabung, Hukuman Mati, dimulai William Chang dengan pengantar yang menceritakan kerisauan seorang ibu yang bingung terhadap kandungan yang ada dalam rahimnya. Tidak jelas apakah isi kandungan itu di dalam atau di luar perkawinan. Namun ibu itu dihadapkan pada dilemma antara mempertahankan kandungan sesuai dengan bisikan nurani atau menggugurkannya. Akhirnya, ibu itupun membuat keputusan mempertahankan kandungannya yang berarti mempertahankan keselamatan diri dan anaknya.
            Dilema etis seperti kisah itu tadi sering dihadapi para praktisi medis dan rohaniwan dalam menghadapi kliennya. Di era permisif dan pragmatisme belakangan ini dimana banyak orang mencari mudah dan amannya sendiri nilai-nilai moral cenderung terabaikan. Pertimbangan moral etis atau juga sering disebut etika kehidupan (bioetika) lebih sering diabaikan. Padahal, pertimbangan-pertimbangan moral semacam inilah yang diperlukan agar keputusan yang diambil tidak salah langkah dan akhirnya tersesat.
            Salah satu tugas bioetika adalah memberi jawaban secara bertanggung jawab beragam pertanyaan menggelisahkan kehidupan di dunia modern. Dalam dunia modern lebih sering manusia dihadapkan pada dilema-dilema etis menyangkut kesehatan, pengobatan, seks, kematian bahkan bunuh diri, perpanjangan hidup manusia juga pengakhiran hidup manusia. Di tengah teknologi modern yang serba mungkin ini kehadiran bioetika menjadi sangat penting karena dapat dijadikan rujukan atau pelita hati.
            Chang membeberkan gejala yang muncul belakangan ini lebih mencerminkan adanya disorientasi nilai sebagai akibat dari globalisasi. Yang membuat kita sedih adalah pertanyaan kemana manusia hendak dibawa dan saat ini berada? Manusia modern sering mencampur adukkan mana yang dapat dan boleh. Padahal hidup manusia akan berubah kala dengan tegas mampu membedakan mana yang boleh dan dapat.
            Diskusi mengenai aborsi sering berubah menjadi pembicaraan tidak berujung karena tidak ada titik temu. Namun pangkal perdebatan itu sesungguhnya terletak pada kapan sesungguhnya kehidupan seseorang dimulai. Banyak tafsir agama secara berbeda-beda memberikan tafsir atas kehidupan ini. Namun Chang mempertegas sikapnya, dalam moral Kristen saat pertama penentuan hidup manusia yakni pada saat pembuahan ovum dimana genotip ditentukan.
            Ovum yang telah dibuahi mencapai tingkat individualisasi yang memiliki ciri eksistensi pengada yang personal. Melalui implantasi dalam rahim ibu, morula mendapat habitat alamiahnya. Lambat laun morula ini mengembangkan kekuatan hidupnya. Dan pada saat seorang ibu menerima morula dalam sistem hidupnya dia menjadi ibu dalam artian penuh. Data-data dan informasi mengenai awal hidup manusia menjadi dasar kaum biologis, filsuf dan moralis pada saat pembuahanlah transmisi kehidupan dimulai.
            Oleh karena itu tindakan mengaborsi kandungan merupakan bentuk campur tangan manusia sebelum lahir dapat disebut sebagai pembunuhan. Aborsi dapat dikategorikan sebagai tindak kriminal yang keji. Martabat manusia mesti dihargai dan dijunjung tinggi. Aborsi berlawanan dengan semangat bahwa hidup manusia sudah kudus sejak awal karena berasal dari Yang Kudus. Selain itu pembunuhan adalah bahaya terbesar bagi korban yang akan mendatangkan penderitaan yang berat. Serta pembunuhan adalah tindakan kriminal yang menghancurkan si pembunuh. Dan bahkan acapkali mengakibatkan korban dan orang-orang lain berduka, serta setiap warga masyarakat bertanggung jawab atas kelangsungan dan pelangsungan hidup (hal 44).
            Sementara terhadap praktek homoseksualitas dimana Chang melukiskan kecenderungan itu terjadi karena kesalahan orientasi seksual yang ditentukan oleh masa mudanya. Chang berpendapat sangat sedikit kaum homoseks yang dilahirkan dalam keadaan abnormal secara anatomik sehingga mengarahkan keinginan seksual mereka kepada teman sejenis. Perilaku homoseksual berlawanan dengan kehendak Tuhan. Meski begitu dosa manusia tak pernah menghapus atau meniadakan karya penciptaan dan penebusan Tuhan.
            Terpenting kesalahan-kesalahan tindakan homoseksual harus ditimbang secara arif samba mengingat bahwa terdapat kecenderungan moral intrinsic yang buruk. Gereja Kristen dipanggil menyediakan reksa pastoral yang dapat membantu mereka pada semua tingkat hidup spiritual : penerimaan sakramen tobat, doa, kesaksian, konsultasi. Peralihan hidup dari homoseksual menjadi heteroseksual merupakan proses yang melibatkan banyak pihak dan perlu terus diperjuangkan (hal 67).
            Masih dalam semangat yang sama Chang berpendapat hubungan seks sebelum perkawinan berlawanan dengan Kitab Suci. Dalam Perjanjian Lama dan Baru telah dilarang hubungan persebadanan di luar perkawinan sebab hubungan ini dapat dipandang sebagai zina. Ajaran resmi gereja tidak menolerir hubungan persebadanan diluar konteks perkawinan. Paus Innocentius IV menandaskan bahwa zina yang dilakukan oleh seorang berkeluarga termasuk dosa berat.
            Hubungan persebadanan hanya dianggap sah kalau dilakukan oleh mereka yang telah mengikat diri dalam hidup berumah tangga. Hubungan seks bukan hanya milik dunia fisik, sebab seks milik dunia symbol dan dunia cinta kasih. Seks menyatukan dan meningkatkan keakraban hubungan pria dan wanita. Bahkan seks dianggap sebagai meterai kesatuan pria dan wanita. Hubungan persebadanan sebelum perkawinan hanya akan merendahkan martabat hubungan itu (hal. 73).
            Yang menarik Chang juga mempertegas pandangan gereja yang menolak penjatuhan hukuman mati. Dalam kacamata moral hukuman mati bukanlah satu-satunya jalan yang dapat ditempuh dalam mewujudkan sebuah masyarakat yang aman, damai, sejahtera dan baik secara moral. Hukuman mati juga bukan jalan terbaik untuk membangun sebuah komunitas politik. Secara moral perlu dikedepankan martabat dan keluhuran martabat manusia. Pertanyaan etis lain apakah manusia mempunyai hak untuk mengakhiri hidup seseorang?
            Terhadap isu global warning Chang menyataka bahwa itu telah menjadi masalah umat manusia belakangan ini. Ketika isu ini menjadi masalah dunia harus ada upaya penyadaran seluruh umat manusia antara lain pembekalan hidup melalui pendidikan serta menciptakan lingkungan bebas sampah serta menghentikan praktek polusi udara. Harus ada tanggung jawab semua manusia menyelamatkan dunia yang makin lama kian tidak nyaman dihuni ini (hal 165).
            Buku ini seperti terbit di saat yang tepat. Ketika banyak buku terbit sebagai pemuja kehidupan dan penikmat globalisasi, buku ini seperti sengaja menarik semua orang beberapa langkah ke belakang. Chang seperti hendak menyodorkan kepada kita semua bahwa ugahari, menyangkal diri sesuai panduan moral etis masih mendapat tempat yang layak ditengah para penyembah berhala modernisasi ini. Kepadanya pembaca akan menemukan pedoman hidup yang sesuai. (Paulus Mujiran, Ketua Pelaksana Yayasan Kesejahteraan Keluarga Soegijapranata Semarang).  


Free Blogger Templates by Isnaini Dot Com and BMW Cars. Powered by Blogger