The Possibler : Penakluk Ketidakmungkinan!


Judul The Possibler,Rahasia Menaklukan Ketidakmungkinan
Seri Motivasi
ISBN 978-979-21-3041-6
Pengarang Herry Tjahjono
Penerbit KANISIUS
Publish Juni 2011
Halaman 212
Berat 158 gram
Dimensi (mm) 135x170

Apa kesamaan antara The Beatles dengan Abraham Lincoln? Keduanya adalah The Possibler : Penakluk Ketidakmungkinan! Dan keduanya ternyata menguasai RAHASIA dari prinsip “Air Menetes” untuk meraih suksesnya yang luar biasa.

Ada juga rahasia Nicholas Effect, yang mampu menggerakkan jutaan rakyat Italia dalam sekejapan mata untuk mengikuti apa yang “diinginkan” Reg Green, sesuatu yang bahkan tidak bisa dilakukan Perdana Menteri Italia sekali pun. Anda juga mampu melakukannya !

Apa yang dimaksud Efek Rajawali? Kuasailah, dan hidup Anda akan berubah detik ini juga. Siapa pula yang menyangka, di balik prinsip: Do your best and leave the rest to God, tersimpan rahasia besar yang mampu mengubah Anda menjadi The Possibler! Kenalilah rahasia-rahasia luar biasa di balik prinsip-prinsip sederhana, yang mampu membawa Anda pada SUKSES SEJATI.

Dapatkan pula BONUS EMAS: 10 Kunci Emas Menjadi Karyawan & Profesional Sukses di Indonesia! – dan ubahlah nasib Anda 180 derajad saat ini juga, apa pun jabatan dan status Anda saat ini!

The Possibler adalah buku Herry Tjahjono yang kesembilan, yang disarikan dari berbagai pelatihan, observasi, penanganan terhadap para manusia luar biasa yang meraih SUKSES SEJATI dalam hidupnya. Herry Tjahjono adalah Founder of The Possibler Program.

Sejarah Teror, Jalan Panjang Menuju 11/9


Judul              Sejarah Teror, Jalan Panjang Menuju 11/9
Harga            70.000     
ISBN            978-979-21-2704-1
Pengarang      Lawrence Wright
Penerbit         KANISIUS    
Publish          12 Agustus 2010
Halaman        576
Dimensi (mm)155x230


 




Sinopsis
Osama bin Laden telah tewas. Kini, hadir Sejarah Teror, buku pemenang PULITZER PRIZE yang merupakan kisah menggetarkan sekaligus menakjubkan atas hidup kedua pemimpin al-Qaeda, Osama bin Laden dan Ayman al-Zawahiri kepala kontraterorisme FBI, John O'Neill dan mantan kepala intelijen Arab Saudi, Pangeran Turki al-Faisal. Tidak hanya itu, Sejarah Teror, yang ditulis berdasarkan penelitian selama bertahun-tahun dan ratusan wawancara di berbagai negara, menyajikan kisah al-Qaeda, berbagai rencana teroris, kegiatan-kegiatan inteligen Barat, cerita detail berbagai peristiwa yang mengarah kepada peristiwa 11 September, serta kajian matang mengenai dunia yang telah menciptakan para pelaku serangan 11 September dan penerus mereka yang terus merongrong kita sampai saat ini. Simaklah TRAGEDI Bin Laden dan ANCAMAN TERORIS yang terus merongrong kita!


MELACAK JEJAK AL-QAEDA SAMPAI TERJADINYA PERISTIWA 11 SEPTEMBER
Menara yang tampak samar-samarLawrence Wright yang lahir pada tanggal 2 Agustus 1947 adalah penulis buku, staf redaksi majalah The New Yorker dan pengajar di Pusat Studi Hukum dan Keamanan pada Sekolah Hukum Universitas New York. Lawrence Wright, adalah sarjana lulusan Tulane University, dan pernah mengajar di American University di Kairo selama dua tahun ini. Sebetulnya dia menulis enam buku, tetapi yang paling dikenal (2006) adalah The Looming Tower: Al-Qaeda dan the Road of 9/11. Buku ini menjadi best seller, dan mendapat hadiah Pulitzer Prize, dan kerapkali dijadikan bahan referensi untuk penelusuran informasi yang berkait dengan Al Qaeda dan serangan  yang terjadi pada tanggal 11 September 2001.


Di tengah gegap gempitanya berita tentang terorisme di Indonesia, buku "Looming Tower" hadir dalam edisi bahasa Indonesia,

dengan judul Sejarah Teror: Jalan Panjang Menuju 11/9" yang diterbitkan oleh Penerbit Kanisius Yogyakarta (2011). Buku ini mengungkap sejarah terbentuknya Al-Qaeda, latar belakang berbagai serangan teroris dan bagaimana para teroris itu diidentifikasi, dan peristiwa yang mengarah kepada serangan 11 September 2001 terhadap Amerika Serikat dengan pemboman gedung pusat perdagangan dunia di Amerika Serikat World Trade Center.

Buku ini jauh lebih tepat jika diberi judul: "Melacak Jejak Al-Qaeda Sampai Terjadinya Serangan Teror Melawan Amerika Serikat, 11 September". Buku ini membahas jejak Al-Qaeda dari kelahirannya sebagai organisasi sampai pada pelaksanaan rencana terror melawan Amerika Serikat dengan pengeboman gedung WTC tanggal 11 September 2001.

The Looming Tower atau SejarahTeror sebagai karya terbaru dari Lawrence Wright tentang Al Qaeda dan peristiwa 11 September 2001 ini, tidak hanya menunjuk pada menara WTC (World Trade Center) yang diruntuhkan dengan bom, tetapi juga sebuah teks di dalam Al Quran yang dikutip oleh Osama bin Laden beberapa kali di dalam pidato yang memotivasi 19 orang pembajak yang mau menjadi martir karena keyakinan mereka akan nasihat ini: Di mana pun kamu berada, kematian menemukan kamu, bahkan di dalam
menara yang nampak samar-sama membayang.

Mengenal lebih dalam tentang Al QaedaBuku Sejarah Teror menyediakan suatu penglihatan yang detail tentang kehidupan Al Qaeda sehari-hari, motivasi, perasaan was-was, serta tujuan-tujuan politik dari setiap individu anggota dari organisasi Al Qaeda itu.
Wright memulai kisahnya dalam buku ini dengan cerita tentang kehidupan Sayyid Quth, sang martir, penasihat ahli gerakan Islam. Ia menceritakan bagaimana hidup dan tinggal di Amerika pada akhir tahun 1940-an itu telah membuat dirinya menjadi seorang pendidik yang radikal; bagaimana ia kemudian dibuang masuk penjara oleh rejim Gamal Abdel Naser, dan bagaimana tulisan-tulisannya dan eksekusi terhadapnya yang terjadi pada tahun 1966 membuat dirinya jadi martir dan pahlawan, melalui gerakan revolusioner.
Wright dengan sangat teliti mendeskripsikan radikalisasi yang dilakukan oleh Osama bin Laden kepada salah satu pewarisnya, orang Siria yang karismatis, yaitu doctor Al-Zawahri, yang pernah dikenalnya ketika Osama tinggal di Peshawar pada tahun 1980-an, yang punya dampak bagi pembentukan dirinya. Memang, Al-Zawahri inilah orang yang kemudian menjadi otak perbuatan jahat yang anti-Barat.
Sebelum bertemu dengan Zawahri, Osama memang tidak dikenal sebagai sosok pemimpin politik, tetapi setelah bertemu dengan Zawahri, menurut Essam Deraz, dia berpotensi untuk menjadi Eisenhower yang lain, dan akhirnya terbukti melancarkan perlawanannya terhadap Soviet di Afganistan, dan langkah itu memang sudah menjadi rencana dari Zawahri. Adalah Zahwari, orang yang memperkenalkan kepada Osama tentang penggunaan bom bunuh diri. Dan dia pula yang dengan yakin memulai usahanya memerangi Amerika Serikat dengan senjata biologis dan kimia. Selama pembuangan dari Arab Saudi di Sudan, kata Wright, Osama bin Laden mengobarkan usaha perdamaian yang harus ditempuh melalui peperangan dengan teriakan jihad.
Buku Sejarah Teror ini berfokus pada orang-orang yang terlibat, apa yang mereka sukai, mengapa mereka melakukan apa yang telah mereka lakukan, dan bagaimana mereka berinteraksi. Buku dimulai dengan Sayyid Outh, seorang tokoh agama dari Mesir yang pernah mengunjungi Amerika Serikat pada akhir tahun 1940-an, dan kemudian kembali ke rumahnya untuk menjadi seorang Islam yang anti-Barat dan berjanji akan menjadi seorang martir karena kepercayaannya.
Dalam buku ini juga diceritakan seorang bernama Ayman al-Zawahiri, yang lahir dan tinggal di Mesir pada masa kecilnya, lalu pada usia dewasa dia terlibat dalam kepemimpinan Eqypsian Islamic Jihad sampai terbentuknya organisasi yang dikenal dengan nama Al-Qaeda. Osama bin Laden adalah seorang pribadi yang dilukiskan sebagai orang yang lahir di Arab Saudi dari keluarga kaya raya, kemudian terlibat dalam jihad melawan Uni Soviet di Afganistan, dan berperan sebagai pengurus dana untuk kelompok-kelompok teroris, kemudian pindah dan tinggal lama di Sudan, dan kembali lagi ke Afganistan dan berinteraksi dengan Taliban. Pada tahun 1998 kantor kedutaan besar Amerika Serikat dibom di Darussalam, Tanzania, dan Nairobi Kenya, yang dinyatakan sebagai pengemboman terhadap USS Cole (kapal perusak milik angkatan laut Amerika Serikat) pada tahun 2000.

Lawrence Wright juga melukiskan secara detail tentang orang-orang Amerika yang terlibat dalam memerangi kaum teroris ini, khususnya Richard A. Clarke, penasihat ahli anti-teror dalam Dewan Keamanan Nasional Amerika Serikat, dan John O'Neill's asisten Deputy Director untuk Investigasi dari FBI (Kantor Pusat Investigasi Teror Amerika Serikat). John O'Neill's  adalah orang yang paling menarik untuk mendapatkan perhatian karena orang ini adalah pemburu paling top terhadap Osama bin Laden, sampai dia pensiun dari FBI pada Agustus tahun 2001, dan kemudian mendapat tugas sebagai kepala satpam di World Trade Center, di mana ia meninggal pada hari naas serangan teroris yang terjadi pada tanggal 11 September 2001 itu.
Buku ini juga melukiskan beberapa masalah yang berkait dengan kekurang-kerjasamaan antara FBI dengan CIA (Pusat Agen Inteligen Amerika Serikat), dan organisasi-organisasi pemerintah Amerika yang lain yang berperan mencegah terjadinya serangan. Buku Sejarah Teror ini bercerita secara luas mengenai orang-orang yang terlibat sehingga tidak secara aktual mendeskripsikan peristiwa 11 September dan pelaksanaanya di dalam uraian yang detail. Buku Sejarah Teror hanya berfokus pada latar belakang dan kondisi yang menghasilkan orang-orang yang dirancang dan diberi tugas melaksanakan penyerangan, dan informasi tentang orang-orang yang terlibat dalam usaha memerangi teror melawan Amerika Serikat.
Berdasarkan pada hasil wawancara lebih dari 500 jumlahnya, termasuk wawancara terhadap teman terbaik dari Osama bin Laden, yaitu Jamal Khalifa, Yosri Fouda seorang reporter Al Jazeera, sampai pada Richard A. Clarke, kepala pusat investigasi terror Amerika Serikat, penulis memberikan kepada pembaca pandangannya mengenai peristiwa tragis 11 September 2001.
Meskipun garis besar dari kisah-kisah dalam buku ini sudah pernah diceritakan berkali-kali sebelumnya, penulis masih bisa menceritakan detail-detail baru dan mampu menunjukkan ketrampilannya untuk memberi suasana pada peristiwa-peristiwa yang digambarkan dalam konteks budaya dan politik yang lebih luas. Dan dengan memfokuskan pada kehidupan dan karir beberapa orang pemain kunci dalam perjalanan panjang sampai pada peristiwa 11 September 2001, yaitu: Osama bin Laden; Ayman al-Zawahiri, asisten Osama bin Laden; Raja Turki Al-Faisal, kepala intelegen Saudi Arabia; John O'Neills, kepala anti-teror FBI, penulis berhasil menulis sejarah secara naratif, yang memiliki daya pikat emosional sebuah novel, sebuah kisah yang memberikan ilustrasi yang menarik bagaimana tali temalinya unsur politik dan pribadi, tali temalinya unsur publik dan privasi.

Menemukan perspektif baruBuku karya Wright ini memberikan nasihat bahwa karisma dan visi beberapa pribadi membentuk hakikat dari perlawanan antara Islam dan Barat. Penulis berpendapat bahwa munculnya Al-Qaeda tergantung pada konjungsi unik dari kepribadian-kepribadian. Zawahri yang mempromosikan makna apokaliptik bahwa hanya kekerasan akan mengubah sejarah, dan Osama bin Laden, orang yang memiliki visi global dan kepemimpinan kuat, mampu memegang kendali organisasi untuk mengubah sejarah.
Buku ini juga menasihatkan kepada pembaca bahwa peristiwa 11 September tidak terhindarkan. Ketidak-kompakan dalam pengambilan keputusan dari orang-orang yang terlibat di Amerika Serikat, yaitu antara CIA dan FBI, mempunyai kontribusi terhadap kesuksesan Al-Qaeda menjalankan rencana penyerangannya terhadap Amerika Serikat pada hari yang cerah di bulan September itu.
Dibandingkan dengan penulis Peter L. Bergen (penulis buku Holy War: Inside the Secret World of Osama bin Laden), dan Jonathan Randal (penulis buku Osama: The Making of a Terrorist), Wright meluangkan waktu yang tidak terlalu lama dalam mengenali peran kunci yang dimainkan oleh jihad anti-Soviet di Afganistan dalam membentuk orang-orang yang mau berjihad. Alih-alih, ia menarik dokumen-dokumen berbahasa Arab, ia malah membuat wawancara terhadap orang-orang yang berjihad untuk menyediakan sejarah ringkas dari peristiwa-peristiwa formatif yang membentuk Al Qaeda selama kurun waktu yang panjang, dan penantian panjang oleh Osama bin Laden akan terlaksananya jalan lempang untuk melancarkan perang terhadap Amerika Serikat.
Kehadiran tentara Amerika di Saudi Arabia (setelah perang gurun yang pertama) yang berkelanjutan, menurut Wright, bertujuan untuk mengerkah Osama bin Laden, dan gerakan tentara Amerika masuk ke Somalia pada tahun 1992, bermaksud mengepung Osama bin Laden. Dalam pertemuan pada akhir tahun 1992, kelompok yang terdiri dari tentara Islam anti-komunis dan diberi nafas organisasi terroris berubah menjadi tentara yang menyerang negeri Paman Sam.
Wright tidak hanya melacak bagaimana Al-Qaeda berkembang dari kelompok orang-orang yang memusuhi dua lawan Amerika (Uni Soviet dan Saddham Hussein) lalu berubah menjadi musuh bebuyutan Amerika tetapi ia juga memberikan kepada pembaca nuansa mendalam tentang kehidupan sehari-hari di kamp-kamp pelatihan. Uraiannya menggemakan observasi yang dibuat oleh para ahli seperti Michael Scheuer, orang agen CIA, bahwa Osama bin Laden tidak menyerang Amerika, dengan alasan karena kultur dan idenya, tetapi karena tindakan politik dan militer yang dilakukan Amerika Serikat di dunia Islam.
Wright meneliti bahwa Osama bin Laden mengikuti jejak anaknya yang lebih muda untuk bermain Nintendo dan bahwa para peserta pelatihan Al-Qaeda kerapkali menonton film-film Holywood  (film Arnold Schwarzenegger yang disukai) pada malam hari di dalam usahanya mencari dan mengumpulkan tips untuk berperang. Salah seorang dari isteri Osama suka sekali dengan kosmetik yang bermerk dan menyukai produk Amerika; dan dia juga belajar bidang psikologi anak sampai tingkat doktoral.

Our Choice, Rencana untuk Memecahkan Krisis Iklim

Judul : Our Choice
Penulis : Al Gore
Penerbit : Kanisius, Yogyakarta
Terbit : 2010
Tebal : 448 Halaman

Buku ini mendorong penghentian bahan bakar fosil dan segera beralih ke energi yang dapat diperbarui. Pengembangan dari buku Al Gore sebelumnya.
Krisis iklim telah meluluhlantakkan peradaban dunia. Lihat saja, 2011 belum genap berusia dua bulan, banjir bandang dan tanah longsor di Australia, Brasil, dan Indonesia tak hanya menelan ribuan nyawa, tapi juga merendam puluhan juta hectare lahan pertanian.
Akibatnya, terjadi pemiskinan petani dan dunia dalam ancaman krisis pangan. belum lagi rusaknya sarana dan prasarana vital, seperti transportasi dan komunikasi.
Sangatlah tidak bijaksana kalau kita lantas menganggap itu sebagai kehendak alam. Sebab, sedikit-sedikit banyak ada campur tangan kita di sana yang mengakibatkan timbulnya krisis iklim.
Dalam buku Our Choice, Albert Arnold Gore Jr, atau yang biasanya disapa Al Gore menyebutkan krisis itu timbul karena manusia menggunakan terlalu banyak sumber energi berbahan bakar fosil. Lebih lanjut, mantan Wakil Presiden Amerika Serikat tersebut menegaskan, penggunaan bahan bakar fosil secara berlebihan telah menghancurkan sistem iklim di dunia.
Karena itu, diiperlukan kebijakan energi alternatif. Yaitu sumber energi yang dapat diperbarui. Misalnya, energi matahari, panas bumi, dan angin.

Lebih murah
Selain ramah lingkungan, seiring dengan berjalannya waktu, harga energi yang dapat diperbarui menjadi lebih murah. Sementara energi berbasis karbon menjadi lebih mahal. Itu disebabkan tiga alasan.
Pertama, sekali infrastruktur yang diperbarui dibangun, bahan bakar akan menjadi gratis selamanya. Tidak seperti bahan bakar berdasarkan karbon, angin, matahari, dan bumi sendiri memberi bahan bakar gratis, dalam jumlah yang secara efektif tanpa batas.
Kedua, teknologi energi yang dapat diperbarui bisa terus diperbaiki secara pesat.
Dan, yang ketiga, sekali dunia memberi komitmen yang jelas untuk beralih ke energi yang dapat diperbarui, volume produksinya sendiri akan mengurangi secara tajam biaya masing-masing kincir angin dan setiap panel mataharinya.
Misalnya, meningkatnya jumlah komputer murah telah mendorong perusahaan-perusahaan chip computer untuk mengalokasikan anggaran lebih besar. Yaitu untuk meneliti dan mengembangkan cara-cara yang lebih murah dan kuat guna memproses informasi (hal 59-60).
Contoh lain, dengan memberikan perhatian besar pada polusi yang sebelumnya diabaikan, Amerika Serikat mendapatkan insentif yang kuat untuk memulai perubahan historis meninggalkan batu bara. Dorongan baru untuk mengubah produksi energi dari bahan bakar fosil ke sumber-sumber matahari, angin, dan panas bumi memacu gelombang perbaikan dalam teknologi-teknologi itu dan yang lain yang menghindarkan polusi.

Mendorong pertumbuhan
Usulan dan pemikiran Al Gore guna menghentikan penggunaan energi berbahan bakar fosil sebenarnya pernah dikemukakan 19 tahun lalu. Yaitu ketika dia berkontribusi dalam buku Earth in Balance (1992). Dia mengusulkan penghentikan penggunaan bahan bakar tidak dapat diperbarui dalam jangka 25 tahun.
Sejak itulah ia menapakkan kaki dalam penyelamatan lingkungan (menjadi politisi sekaligus aktivis lingkungan) dan terus mengampanyekan pentingnya teknologi guna mencegah kerusakan di muka bumi akibat pemanasan global dan krisis iklim.
Teknologi terbaru, seperti membuat kincir angin dan sel surya, tambah Al Gore, selain mengurangi dampak pemasan global, mendorong laju pertumbuhan. Hal itu terjadi pemanfaat teknologi maju akan membuka lapangan pekerjaan yang luas. Dengan demikian, masalah pengangguran yang menjadi momok dunia pun dapat terurai sedikit demi sedikit.
Lebih dari itu, buku Our Choice ini merupakan pengembangkan ide yang telah Al Gore tulis dalam buku sebelumnya. Penerima penghargaan Nobel Perdamaian tahun 2007, yang juga penerima Oscar untuk film An Inconvenient Truth itu menekankan dalam buku tersebut, kita dapat mengatasi krisis iklim. Memang tidak mudah, tetapi kalau kita memilih untuk mengatasinya, tidak ada keraguan sedikit pun bahwa kita mampu dan berhasil.
Pada akhirnya, buku pantas disebut sebagai karya monumental dan klasik. Disampung disajikan secara menarik dan eksklusif, buku tersebut kaya akan gagasan, serta pilihan-pilihan bijak guna menyelamatkan bumi dari kehancuran.

Benni Setiawan, alumnus Program Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, Yogyakarta.


Politik Berparas Perempuan

Penulis : Joni Lovenduski
Penerbit : Kanisius Yogyakarta
Cetakan : 1, 2009
Tebal : 340 halaman

Ada tesis yang mengatakan bahwa meningkatnya jumlah wakil perempuan di dunia politik akan mengubah wajah politik. Benarkah demikian? Ketika perempuan memperoleh kursi di parlementer ada sejumlah persyaratan bagi perempuan untuk bertingkah laku seperti laki-laki. Keterwakilan perempuan di dunia politik masih dibingkai dengan aturan-aturan main yang dibuat oleh laki-laki. Ironis! Inilah kepura-puraan politis! Di satu sisi, memberikan kesempatan untuk keterwakilan perempuan, tetapi di sisi lain gerak perempuan masih dibatasi oleh arogansi maskulinitas. Praktek-praktek politik masih sangat menghargai bentuk-bentuk maskulinitas tradisional dan tidak mengijinkan bentuk-bentuk feminitas tradisional. Politik berparas perempuan, tetapi berjiwa laki-laki.

Politik perempuan yang masih paradoks dan terbelah inilah yang kerap membuat gusar kaum feminis kontemporer. Perempuan seolah masih dipermainkan dengan beragam atribut yang terus mengkerdilkan peran public perempuan. Situasi social juga dirintangi dengan snagat ketat, sehingga gerak politik perempuan mudah tersendat di persimpangan jalan. Fakta inilah yang dikuak secara mendalam oleh Joni Lovenduski dalam bertajuk “Politik Berparas Perempuan”.

Lovenduski melihat bahwa perempuan menghadapi rintangan yang serius untuk menjadi pelaku politik. Pertama, sumber daya perempuan yang diperlukan untuk memasuki wilayah politik lebih lemah. Perempuan lebih miskin dari pada laki-laki dan cenderung tidak ditempatkan pada jabatan-jabatan yang mendukung kegiatan politik. Kedua, bermacam-macam kekangan gaya hidup yang menyebabkan perempuan mempunyai sedikit waktu untuk politik. Kelurag dan kewajiban-kewajiban lain yang menuntut kewajiban penuh secara khas dijalankan oleh perempuan telah mengurangi waktu mereka untuk melakukan kegiatan lain. Ketiga, tugas politik dikategorikan sebagai tugas laki-laki yang menghalangi kaum perempuan mengejar karier politik dan menghalangi rekruetmen politik bagi mereka yang ingin tampil ke depan. (hal. 88).

Kendala yang juga sangat krusial, bagi penulis, juga terletak dalam kendala institusional. Lembaga dan kebijakan public didesains sedemikian rupa sehingga perempuan tidak memiliki akses dan kesempatan untuk mendapatkan ruang public yang sesuai dengan kompetensi mereka. Karena kendalanya sudah sistemik, maka perempuan banyak terjebak dalam kubangan yang “mengerikan”, karena keterwakilannya di lembaga perwakilan rakyat juga masih belum banyak bisa melakukan gerak perubahan yang maksimal. Tak lain karena sendiri dalam lembaga Negara juga sudah terjebak dengan ragam kebijakan yang tak ramah dengan kaum perempuan.

Negara-negara di Timur Tengah masih banyak yang menerapkan standar ganda bagi perempuan. Lovenduski melihat bahwa perempuan di Timur Tengah belum mendapatkan tempat yang layak dalam ruang public, karena seksisme politik masih sangat kental dalam dunia perpolitikan di Timur Tengah. Arab Saudi, Mesir, Syiria, dan lainnya menjadi contoh yang diurai penulis bahwa Negara Timur Tengah masih sangat maskulin, hak-hak feminis masih terbelenggu system institusional yang snagat mengekang perempuan berkiprah di ruang public. Barangkali tidak salah kalau tidak sedikit kasus tenaga kerja wanita yang bertugas di Timur Tengah mendapatkan perlakukan yang tidak hormat, karena pandangan public ihwal perempuan di Timur Tengah masih terbelah.

Namun demikian, penulis juga mengkritik pola perilaku demokrasi di Barat yang sebenarnya juga masih banyak kasus yang mencederai perempuan. Di Inggris, penulis melihat bahwa partai-partai politik belum memberikan porsi sederajat bagi perempuan untuk berkiprah. Baik Partai Republik, Partai Demokrat, Partai Buruh, belum melakukan gerakan radikal dalam memberdayakan keterwakilan perempuan di dunia politik. Ini berimplikasi bahwa perempuan yang duduk di lembaga perwakilan juga belum bisa menyuarakan secara total dalam mengangkat harkat dan martabar perempuan di dunia politik. Ini sebuah ironis, karena Barat selama ini selalu menggelorakan feminisasi politik, tetapi pencederaan atas politik perempuan ternyata masih kental di sana. Dan ini diakui oleh penulis buku ini yang merupakan professor politik di London.

Maka dari itu, Lovenduski bergerak dalam argumennya bahwa keadilan social sangat realistis untuk mendudukkan perempuan secara sederajat dengan laki-laki. Bagi penulis, argumen yang paling kuat untuk mendukung bertambahnya perwakilan perempuan adalah argument yang di dasarkan pada prinsip-prinsip keadilan. Argument tersebut menyatakan bahwa sangatlah tidak adil jika kaum laki-laki memonopoli perwakilan, terutama di suatu Negara yang menganggap diri sebagai Negara demokrasi modern. Mengutip Anne Phillips, penulis menyatakanbahwa “tidak ada argument yang bertolak dari keadilan dapat mempertahankan keadaan seperti sekarang ini; dan…ada argument keadilan untuk kesamaan antara perempuan dan laki-laki. Argument-argumen tambahan mengenai kodrat perwakilan dapat mengaburkan inti pokok itu, tetapi argument-argumen tambahan itu tidak pernah dapat membalikkannya.

Argument keadilan juga di dukung oleh klaim-klaim dari kewargaan. Kewargaan merupakan sekumpulan hak, kewajiban, alat kelengkapan, dan identitas yang membentuk milik seseorang dalam system politik. Dalam istilah-istilah konstitusional, perempuan secara formal mempunyai kewargaan yang sama dengan laki-laki dalam sistem-sistem demokratis. Namun demikian, cara tatanan-tatanan kelembagaan merumuskan kewargaan dapat memiliki pengaruh berbeda pada perempuan dan laki-laki. Demokrasi di Negara modern yang di pahami secara sempit yang di gambarkan di atas memungkinkan sistem pemilihan yang secara khusus tidak menguntungkan bagi perempuan. Dapat di perdebatkan, sistem pemilihan Westminster merupakan rintangan besar bagi perwakilan perempuan (hal. 48-49).

Perjuangan feminisasi politik yang diakui penulis memang masih terjal. Tetapi itu tidaklah kemudian menyurutkan spirit kaum feminis untuk bergerak lebih maju, karena jalan terjal inilah yang akan membuka tabir dan titik terang untuk pencerahan kaum perempuan di masa depan.
*Aktivis Perempuan, tinggal di Yogyakarta.


Free Blogger Templates by Isnaini Dot Com and BMW Cars. Powered by Blogger