Pendidikan Global, Sebuah Terobosan?

Judul buku  : Towards Global Education? (Menuju Pendidikan Global?)
Penulis        : Judith Schlehe, dkk.
Pengantar   : G. R. Lono Lastoro Simatupang
Penerbit      : Kanisius Yogyakarta
Cetakan     : 1, 2009
Tebal         : 461 halaman



Globalisasi pendidikan telah melahirkan era baru yang belum banyak tersentuh dalam spectrum pendidikan kita. Karena globalisasi meniscayakan terobosan-terobosan baru yang memungkinkan segala hal terjadi tak terkecuali dalam dunia pendidikan. Terobosan-terobosan itulah yang berpengaruh besar terhadap tingkat kemajuan sebuah universitas. Semakin cepat dalam menggerakan terobosan, semakin maju dalam meningkatkan kualitas universitas. Semakin aktif mencari peluang atau tantangan, semakin inovatif sebuah universitas dalam menyusun strategi menjemput masa depan.

Dititik-titik inilah sebuah universitas harus segera memberangkatkan kebudayaan dan peradaban sehingga tercipta karakter intelektual yang tepat menjawab problema pendidikan. Dalam kontek ini perlu upaya studi perbandingan sebagai upaya kreatif universitas dalam menyelenggarakan pendidikan tingginya. Studi perbandingan pastilah menghadirkan sebuah fakkta akan kemajuan produktifitas keilmuan, kematangan intelektual juga kelemahan dan kelemahan dan kemerosotan sebuah universitas. Studi perbandingan dengan demikian akan saling membuka ruang belajar bersama antar universitas untuk meningkatkan produktifitas kemajuan dan menambah beragam kekurangan pada sebuah universitas.

Di zaman sekarang ini di mana teknologi berkembang semakin pasat dan sistemnya yang semakin canggih dapat memudahkan manusia mendapatkan informasi dari mana saja, bahkan dari manca Negara. Dengan berkembangnya internet juga menjadikan informasi lebih mudah dan cepat didapat. Dari sini, kemungkinan untuk melakukan study perbandingan antara dua Negara sangat besar.

Dalam perbandingan inilah yang memotivasi mahasiswa-mahasiswa untuk mengadakan penelitian. Judul buku "Towards Global Education, Menuju Pendidikan Global" ini mengandung penelitian-penelitian yang dilakukan hasil kerjasama antara mahasiswa Institute of cultural and social anthropology, Albert-Ludwigs University, Freiburg, Jerman dengan mahasiswa jurusan Antropologi, fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gajah Mada. Dalam buku ini juga memuat snapshots tentang sejumlah topic seputar budaya akademik (academic culture).

Mereka berkolaborasi melakukan penelitian tentang beberapa topic yang berkaitan dengan budaya akademik; hubungan antara dosen dengan mahasiswa, pengetahuan dan aspirasi mahasiswa tentang organisasi universitas, kegiatan mahasiswa baik di dalam maupun di luar kampus dan lain sebagainya.

Mahasiswa Indonesia dan Jerman yang bekerja sama untuk meneliti mengenai budaya akademik dengan berbagai sub-topik . Tidak semua hal dalam dunia akademik dapat dianggap lebih maju di Jerman sebaliknya di Indonesia.

Seringkali kita mengenal Jerman sebagai Negara pencipta VW dan Mercedes Benz yang terkenal. Jerman juga merupakan Negara di mana Habibie, seorang mantan presiden Indonesia sekaligus intelektual handal pencipta pesawat N250 pernah menempuh studinya. Kemudian Jerman yang terkenal karena para pemikir-pemikir ternama seperti Karl Marx, Weber, Edmund Husserl, Martin Heiddeger dll, yang Melahirkn ide-idenya cemerlangnya. Dan yang paling pokok Jerman merupakan salah satu Negara yang masyhur dengan pendidikannya yang berkualitas tinggi dengan lingkungan riset dan akademik yang bertaraf internasional.

Ternyata Jerman juga Negara yang memiliki kedisiplinan tinggi dalam menjalankan kehidupan mereka sehari-hari, khususnya dalam pendidikan. Kalau kehidupan sehari-hari mahasiswa di Indonesia (konteks di sini pada UGM) memiliki aspek friendship (pertemanan) yang ternyata penting sekali sebagai praktik social yang tidak dapat dilepas dari praktek belajar. Sedangkan Jerman memiliki cara belajar dan pemanfaatan waktu jauh lebih terfokus pada membaca buku dan belajar secara mandiri (Astri Ayu Wulandari).

Dalam buku ini juga mengungkapkan praktek belajar dan mengajar masing-masing Universitas dan membandingkannya. Di dalamnya juga menggambarkan secara detail tentang budaya akademik antara Albert-Ludwigs University dengan Universitas Gadjah mada, kemudian mengungkapkan persepsi mahasiswa terhadap budaya akademik tersebut.

Salah satu hasil penelitian dari Yvonne Siemann dari Jerman menggambarkan bahwa dosen UGM yang alumni dari luar negeri membawa pengaruh globalisasi pada metode pengajarannya. Ini menunjukkan bahwa pengaruh pendidikan global juga di dapat dari universitas luar negeri.

Dari berbandingan-perbandingan antara universitas tersebut ternyata ada satu hal yang tidak dapat dibandingkan secara langsung, karena di Jerman tidak memiliki Universitas Islam. Sedangkan di Inonesia (dilihat di Yogyakarta) banyak sekali universitas-universitas islam. Seperti Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (UIN), Universitas Islam Indonesia (UII), Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, dll.

Di sini yang menarik malah antara universitas-universitas islam tersebut memiliki perbedaan sendiri. baik dari kehidupan sehari-hari mereka, bahkan cara berbusananya. Bagi peneliti dari Jerman, hal ini menimbulkan perbandingan antara universitas islam itu sendiri.

Buku yang berisi laporan-laporan penelitian ini memiliki nilai yang kuat dalam menggambarkan apa yang ada dalam lapangan. Dengan bahasa yang ringan dan mudah difahami buku ini membuat pembaca dapat merasakan sendiri kehidupan mahasiswa di Jerman. Dalam buku ini hasil laporan penelitian mahasiswa Indonesia yang meneliti di Jerman menulis laporannya dengan memakai bahasa Indonesia, sedangkan hasil laporan penelitian mahasiswa Jerman menggunakan bahasa Inggris.

Dari laporan-laporan penelitian tersebut kita bisa belajar bahwa nilai-nilai pendidikan dan praktek social di masing-masing lingkungan universitas berbeda dan mempengaruhi produksi pengetahuan dengan ciri khas yang dinamis. Oleh karena itu budaya akademik perlu didiferensiasi, dievaluasi, dan didefinisikan-ulang secara terus menerus.



*Pengamat Pendidikan Pada Fak. Tarbiyah Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta


Membaca Cermin Buruk Negara

Judul buku    : Negara di Persimpangan Jalan Kampusku
Penulis          : Hani Raihana
Penerbit        : Kanisius Yogyakarta
Cetakan        : 1, 2008
Tebal            : 158 halaman

Wajah Indonesia di tengah transisi reformasi masih menyisakan problem yang belum tuntas. Tragedi demi tragedi terus hadir membungkam esensi kemanusiaan dan persaudaraan. Proses marginalisasi kaum pinggiran terus berjalan secara kolosal, jerat pemiskinan struktural semakin ganas menerkam kaum terlantar, dan praktek dehumanisasi secara universal terjadi di semua sektor kehidupan. Melihat wajah Indonesia, dari sisi semua, yang hadir adalah kebopengan, kemunafikan, ketertindasan, dan kehilangan identitas kebangsaan. Wajah Indonesia adalah wajah suram yang dipenuhi gejolak darah, gejolak intrik, gejolak korupsi, dan gejolak diskriminasi sosial lainnya.

Gejolak demi gejolak itu telah melupakan esensi dasar kemanusiaan dalam ruang hidup kewargaan (citizenship). Esensi dasar citizenship adalah co-existence, bahwa ananging siro mergo ono niro, bahwa keberadaan "saya" sebagai "aku" karena keberadaan yang lain (liyan). Buku ini hadir untuk memotret runtuhnya tragedi runtuhnya nilai kemanusiaan yang sedang menerpa bangsa Indonesia di berbagai jalan raya. Penulis berusaha membaca wajah Indonesia dari perilaku warga dalam tata kehidupan di jalan raya pada masyarakat kota. Perbuatan ugal-ugalan terus mewarnai jalan raya, sehingga kemacetan, kerusuhan, bahkan sampai targedi kematian sering mewarnai kelalian manusia dalam beretika di jalan raya.

Penulis buku ini menyuguhkan racikan fakta sosial masyarakat pengguna jalan raya. Disana ada peminta-minta yang hidupnya digantungkan di jalan. Ada penjual Koran yang menjajakkan korannya untuk menyambung hidup. Ada pengguna sepeda ontel yang geram dengan mobil yang terus merangsek. Ada pengguna sepeda motor yang arogan, asal serobot, dan rentan membuat kecelakaan. Ada mobil mewah yang dihuni kaum kaya, berdasi, yang lupa kepada saudara yang meminta-minta. Ada para truk bus dan truk barang yang mengemudi asal-asalan, berlomba mengejar setoran. Merekalah wajah pengguna jalan yang diracik dalam sebuah light research yang memotret pertarungan kekuasaan yang melibatkan manusia, alat transportasi, ruang, hingga menjadi refleksi atas peran Negara dan identitas karakter bangsa.

Pertautan itulah yang dijadikan penulis untuk melakukan analisis fakta sosial masyarakat di jalan raya. Dalam analisisnya, penulis melihat Negara di persimpangan jalan yang menyesakkan. Karakter anak bangsa banyak dihuni manusia arogan yang main serobot sendiri, tanpa menyisakan ruang toleransi bagi saudaranya. Bagi penulis ini sangat naïf, karena jalan raya merupakan salah satu simpul idealisme mencipta masyarakat menjadi berperadaan. Banyaknya ragam masyarakat yang menjejakkan kaki di kota, melahirkan perbedaan sikap, perilaku, dan pandangan hidup. Jalan raya menjadi pertemuan semua karakter tersebut, dan manusia diatur dengan aturan lalu lintas. Mereka yang berperadaban (civilized) pasti memanfaatkan jalan raya sebagai bentuk strategi menyusun peradaban tingkat tinggi.

Potret wajah bopeng Negara dalam lintasan jalan merupakan kritik pedas penulis buku ini. Kritik ini menjadi bagian penting dalam upaya penciptaan peradaban baru yang toleran dan humanis. Rendahnya peradaban masyarakat kota akan sangat berpengaruh terhadap kualitas bangsa Indonesia. Kualitas semakin terpuruk, maka Indonesia tinggal menunggu saja untuk masuk jurang kehancuran yang menyakitkan. Indonesia tinggal menikmati fase kehancurannya di tengah transisi reformasi yang hanya menyisakan arogansi kaum elite dan bobroknya birokrasi pemerintahan. Kita kehilangan identitas diri dalam menentukan masa depan Indonesia, sehingga seluruh program kerja kenegaraan hanya seremonial yang tak menyentuh ruang pemberdayaan masyarakat (society empowering ).

Dalam konteks ini, penulis ingin mengajak seluruh insan Indonesia untuk kembali menggali hakekat jati diri Indonesia yang terus terkoyak. Pertama, pembangunan karakter seharusnya dijalankan secara dini lewat keluarga. Keluarga menjadi menjadi media paling strategis dalam membentuk karakter anak manusia. Kedua, pendekatan edukasi melalui komunitas. Komunitas dalam masyarakat kota sangat mungkin melakukan pembinaan dalam pembelajaran menggapai peradaban tinggi (high civilization). Dan ketiga adalah melalui institusi pendidikan formal. Lembaga pendidikan harus memainkan perannya dalam memanusiakan manusia, sehingga anak didiknya mampu menjadi actor pejuang kemanusiaan.

Gerakan yang disimpulkan tersebut harus di back up secara serius seluruh komponen bangsa. Gagal dalam mengawalnya, maka pertaruhanannya identitas bangsa bisa tergadaikan kembali. Perjuangan menegakkan kemanusiaan dan keadilan harus menjadi slogan besar menggapai peradaban masa depan.



*Aktivis LPM ARENA UIN SUKA Yogyakarta


Free Blogger Templates by Isnaini Dot Com and BMW Cars. Powered by Blogger