Mengobati Endemi Korupsi

Judul  : BANDIT BERDASI KORUPSI BERJAMAAH
Pengarang  : Suhartono W. Pranoto
Terbit  : 15-04-2008
ISBN  : 978-979-21-1810-0
Halaman  : 218
Peresensi : Akhmad Kusairi


Setelah reformasi digulirkan masyarakat Indonesia sering kali mendengar permasalahan yang terkait dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh para pejabat negara. Media massa dalam hal ini sangat berperan dalam memberitakannya, disebabkan unsur publisitas yang laku dipasaran. Sehingga masalah ini tak jarang dijadikan head line oleh suatu media.

Korupsi memang sudah mendarah daging di kalangan para birokat, atau memang sudah menjadi endemi yang sama sekali sulit untuk disembuhkan. Ironisnya tidak ada jaminan setiap kali terjadi perubahan pimimpin, maka Indonesia akan terbebas dari korupsi. Bahkan hukum yang sudah ada pun belum mampu menjawab pertanyaan "apakah korupsi bisa dibumi hanguskan?"

Menurut Fockema Andreae (1983) kata korupsi berasal dari bahasa latin corruption atau corruptus. Selanjutnya disebutkan bahwa corruptio itu berasal pula dari kata asal corrumpere, suatu kata Latin yang lebih tua. Dari bahasa Latin itulah turun ke banyak bahasa Eropa seperti Inggris, yaitu Corruption, corrupt; Prancis, yaitu corruption, dan Belanda, yaitu corruptie (korruptie). Dari bahasa Belanda itulah kemudian turun ke bahasa Indonesia, yaitu "korupsi." Arti harfiah dari kata itu ialah kebusukan, keburukan, kebejatan, ketidakjujuran, dapat disuap, tidak bermoral, penyimpangan dari kesucian, kata-kata atau ucapan yang menghina atau memfitnah. Menurut Poerwadarminta dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia: "korupsi ialah perbuatan yang buruk seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok dan sebagainya.

Didalam Encyclopedia Americana, korupsi itu adalah suatu hal yang buruk dengan bermacam ragam artinya, bervariasi menurut waktu, tempat dan bangsa. Sekarang di Indonesia jika orang berbicara mengenai korupsi, pasti yang dipikirkan hanya perbuatan jahat yang menyangkut keuangan negara dan suap.

Korupsi untuk kasus Indonesia bukanlah hal yang baru. Dalam perjalanan panjang Indonesia sebagai bangsa, sudah bisa dipahami bahwa pergantian rezim kekuasaan sejak masa kerajaan, kolonial, dan pasca kemerdekaan, korupsi hampir selalu terjadi. Mengapa hal itu terjadi? Tentu karena budaya politik feodal menguntungkan pemegang kekuasaan dan birokrat pendungkungnya.

Di Indonesia korupsi hampir terjadi di setiap lini kehidupan. Sehingga kemudian tak heran jika korupsi secara tak langsung dikatakan sebagai bagian dari budaya Bangsa ini. Semakin mengakarnya korupsi dalam budaya Indonesia sehingga memberantasnya dianggap sebagai upaya menghilangkan budaya bangsa. Ini bisa terlihat jelas beberapa waktu lalu DPR dengan hak legislatifnya menentang keras penggledahan terhadap ruang kerja Al-Amin Nasution, salah satu anggota DPR.

Korupsi cukup meresahkan karena dengan segala kecanggihannya secara mudah menghasilkan uang yang ilegal yang kemudian tentunya merugikan keuangan negara. Berapa sesungguhnya kerugian negara yang dikorupsi setiap tahun? Kwik Kian Gie membuat hitungan per tahun dalam triliun rupiah. Ika, pasir, dan kayu yang dicuri 90 triliun, pajak yang dibayar oleh pembayar pajak tetapi tidak masuk ke kas negara 240 trilun, subsidi kepada perbankan yang tidak pernah sehat 40 triliun, dan kebocoran APBN 74 trilun sehingga jumlah semuanya menjadi 444 triliun yang lebih besar dari APBN 2003.

Dalam buku ini, penulisnya berpendapat bahwa agar korupsi bisa sedikit teratasi di Indonesia, diperlukan pemahaman budaya bangsa karena budaya (baca: Korupsi) itu sudah mengakar jauh berabad-abad sebelumnya. Oleh karena itu diperlukan budaya bersih dipadukan dengan disiplin tinggi. Kombinasi itu diperkirakan dapat menjadi alternatif terhadap kejahatan Bandit Berdasi, suatu istilah yang sering digunakan untuk menyebut pelaku korupsi di dalam pemerintahan.

Menurut Emmy Hafild yang diperlukan Indonesia sekarang adalah sistem integrasi nasional yang bermuara pada kesadaran masyarakat, yaitu dari elemen kesadaran dengan nilai-nilainya harus digerakkan untuk menetapkan langkah-langkah antikorupsi. Elemenn total yang diperlukan terdiri dari legislatif, pegawai negeri, bisnis, media massa, lembaga pengawas: KPK, BPK, BPKP, civil society, serta kalangan rohaniawan.

Budaya bersih memang suatu harapan. Namum jelas bahwa membudayakan masyarakat dan bangsa harus dilakukan dengan telaten. Pendidikan yang berkesinambungan di keluarga adalah yang terpenting yang kemudian dilanjutkan di sekolah dan masyarakat. Jika ketiga pendidikan yang berbeda tempat dan situasi berlangsung dengan baik diperkirakan moral bangsa akan terjamin. Sekurang-kurangnya korupsi di Indonesia akan terkurangi.

Oleh karena itu, Indonesia hanya akan survive dalam dunia globalisasi kalau ada preparasi matang terhadap generasi muda yang sudah dibekali nurani yang tinggi dan rasio yang tangguh. Keraguan bertindak akan mengurangi hasil yang optimal. Kepemimpinan Presiden SBY selama ini belum menunjukkan kegembiraan, karena di sana sini masih terjadi kerusuhan, destruksi, dan sejenisnya. Citra kultural juga belum tampak seperti pembangunan mental, kehidupan berbudaya bersih, dan konsistensi perilakunya. Pemerintah SBY selama terutama dalam upaya melakukan pemberantasan korupsi masih belum menunjukkan kemajuan yang signifikan. Untuk mewujudkan birokrasi dan masyarakat yang bersih belum terencana dengan baik dan dilakukan dengan secara simultan. Sebenarnya modus operandi-nya tidak berbeda dengan masa sebelumnya.

Buku Bandit Berdasi, Korupsi Berjamaah ini terasa lebih karena di dalamnya berisi sejarah dari awal hingga tahun 2007 korupsi di Indonesia. Dari sejak jaman para Raja-raja hingga jaman SBY-JK. Sehingga kemudian bukan suatu yang mengherankan jika buku ini merupakan pelengkap terhadap beberapa buku sebelumnya yang menggunakan tema yang sama. Cuma bedanya buku ini lebih komplit dan komprehensip. Namun berhubung kasus korupsi selalu berkembang membuat buku ini tidak bisa up to date. Karena buku ini membicarakan korupsi terakhir tahun 2007, sedangkan sekarang sudah tahun 2008, di mana terdapat kasus-kasus baru yang menghebohkan, yang menambah daftar hitam pemerintah. Yang paling mutakhir adalah kasus yang menimpa semua anggota fraksi IX DPR pada pemerintahan Gus Dur. Semoga segala kasus korupsi semuanya terbongkar.


Akhmad Kusairi, Mahasiwa Filsafat Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.


Free Blogger Templates by Isnaini Dot Com and BMW Cars. Powered by Blogger