Menelusuri Sejarah Ide Ide

Judul   : SEJARAH IDE-IDE
Pengarang  : Kevin O'Donnell
Terbit  : 9/12/2009
ISBN  : 978-979-21-1770-7
Harga  : Rp. 75.000,-
Halaman  : 160

Sekitar 27 abad silam, di daratan Yunani, manusia mulai meraba-raba dengan nalarnya, mencoba untuk menjelaskan realitas terciptanya kosmos melalui pengetahuan. Secara geografis, Yunani terletak di pusat route perdagangan ke Timur dan Laut Mediteran. Ide-ide dan riwayat darinya melalang buana dalam bentuk transformasi masyarakat yang hampir kosmopolitan. Pada abad itu, manusia bangkit kembali dari kegelapan dengan satu nama yaitu Renaisans Intelektual.

Dulunya, orang Yunani kuno cenderung mengungkap idenya dalam bentuk mitologi. Salah satunya Hesiodos (Abad ke-8 SM). Dalam Theogony-nya ia bercerita tentang relasi para dewa dan kosmos. Menurutnya, dewa adalah representasi kekuatan fisik. Hesiodos menjelaskan bahwa dunia terbagi dalam empat zaman: emas, perak, perunggu, dan besi. Zaman emas adalah zaman sempurna di mana manusia adalah eksisten suci. Setelah itu, terjadi degradasi gradual pada zaman berikutnya. Epikurus (341-270 SM) balik kefilsafat karena kecewa pada penjelasan Hesiodos. Ia mengajukan pertanyaan “mengapa” yang membuat risau para gurunya (hal 22).

Peoses upaya menghasilkan pikiran rasional, Yunani adalah pintu gerbang pertama yang membuka jalan keluar berbagai lahirnya ide-ide besar. Ide sangat berkuasa, tapi ia sesuatu yang sangat “halus” dan abstrak. Fyodor D. dalam “Crime and Punishment”, meriwayatkan bahwa, warga Raskolnikov hanya berpikir membedakan diri mereka dengan hewan lain. Berpikir adalah satu bentuk pekerjaan, ide yang dimiliki manusia sebagai dasar naluriyah, telah banyak merubah cara hidup mereka.

Filsafat “cinta kebijaksanaan”, bertutur tentang berpikir jelas dan rasional. Muncul darinya tiga pertanyaan dasar yang mengusik pikiran manusia. Dari pertanyaan tersebut kemudian menciptakan ide-ide baru. Yaitu; terbuat dari apakah alam semesta? Apa makna kehidupan? Dan bagaimana kita harus hidup? (hal 7)
Salah seorang Filsof, Thales, beride bahwa Airlah yang sebagai sumber utama terciptanya kosmos, sebab air dapat mengambil berbagai macam bentuk. Ia bisa menjadi cairan, uap, dan es yang keras. Dalam idenya, Thales memandang sesuatu itu berasal dari air sebagai substansi dasar. Ia mangamati bahwa benda tertentu dapat mengapung di atas air, ia berspekulasi bahwa bumi terapung atas cara yang sama. Ia juga mengatakan bahwa magnet itu hidup dan menghasilkan gerak.

Anaximenes berbeda dengan Thales. Idenya yang masyhur, bahwa udara sebagai materi dasar terciptanya kosmos. Ia memahami bahwa udara sebagai napas kehidupan. Api merupakan bentuk paling “tipis” dan murni. Gunung adalah representasi bentuk udara yang terpadat. Anaximenes melihat bumi sebagai piring ceper yang mengambang di udara, dan bintang-bintang adalah cakram yang begitu terang, sehingga mereka bersinar seperti matahari. Menurutnya, halilintar adalah angin yang lolos dari awan yang tebal.

Berbeda juga dengan Anaximander. Ia mengembangkan ide bahwa bumi ini datar dan dikelilingi oleh cincin atau roda api. Cincin itu sendiri dikelilingi oleh kabut yang di setiap ruangnya terdapat lubang. Lubang itu membiarkan api bercahaya keluar. Ia melihat titik-titik cahaya tersebut sebagai bintang-bintang dan matahari. Menurutnya dunia tidak bertengger di atas apapun. Ia berada di pusat universum yang melingkar dan bertumpu pada keseimbangan.

Penemuan ide-ide rasional tentang penciptaan kosmos, bertitik kisar pada kejenuhan manusia terhadap mitologi yang menyelimuti dunia Yunani selama berabad-abad. Kepercayaan terhadap dewa-dewa, dianggap tidak lagi relevan dengan rasionalitas. Mereka mencoba menarik diri dari kubangan mitologi, dan menciptakan suatu ide-ide baru dari pengamatan terhadap alam, sebagai jalan membebaskan diri dari mitologi yang mengajak manusia untuk beronamtisme dalam kegelapan.

Rumusan lain dari ide, Plato berbicara tentang sebuah gua dalam Republik. Ia membayangkan bahwa manusia dirantai dalam gua, wajah mereka diarahkan ke dinding di mana mereka melihat bayangan yang terpantul oleh sinar matahari di belakangnya. Mereka tidak mengetahui sesuatu yang lain dan berpikir bahwa bayangan itu adalah realitas. Pada suatu hari ada seorang yang lolos dan berbalik menghadapi cahaya matahari untuk pertama kalinya.

Menurut Plato, pada umumnya manusia hidup dalam bayangan. Mereka tidak melihat realitas yang mencerahkan. Manusia yang bijaksana menanggapi bahwa ada bentuk yang ideal di balik penampilan hidup yang berubah-ubah. Cahaya matahari yang terang adalah cahaya rasio yang dapat ditemukan oleh manusia dalam imortalitas jiwa (hal 37).

Buku ini memberikan panduan cukup jelas, dapat diakses darinya pokok bahasan penting tentang perjalanan panjang ide-ide manusia. Di dalamnya terdapat pikiran-pikiran kunci sepanjang sejarah peradaban, untuk memperoleh pemahaman yang mampu merubah dan melahirkan ide-ide dalam membedakan menusia dengan yang lainnya. Buku setebal 160 halaman ini, menelusuri secara akurat asal-usul ide mulai dari zaman purba sampai abad 21 ini, yang berkomposisi komparasi ihwal filsafat, agama, spiritualitas, dan etika.

Buku ini diracik secara sistematis dan ekslusif. Desain layout yang menarik dan foto-foto berwarna, diterapkan sesuai tema diseluruh lampiran buku. Pembahasan setiap tema habis diuraikan secara padat tiap dua halaman penuh. Teks-teks substantif dapat mudah dicerna, karena ditulis dalam bentuk-bentuk penggalan-penggalan yang siap kunyah. Buku berat ini menjadi ringan dibaca. Penulis sengaja membuat dengan lugas dan tuntas per bab serta bahasa yang mendukung. Tidak ketinggalan juga kutipan kata-kata bijak selalu manjadi hiasan setiap sudut halaman, sehingga memberi warna berbeda pada buku ini.  


Peresensi: F. Hasan  

Peresensi adalah pecinta buku, Tinggal di Yogyakarta


Free Blogger Templates by Isnaini Dot Com and BMW Cars. Powered by Blogger