Satu Teologi, Seribu Agama

Judul   : PENGANTAR TEOLOGI AGAMA-AGAMA
Pengarang  : Paul F. Knitter
Terbit  : 26-02-2008
ISBN  : 978-979-21-1755-4
Harga  : Rp. 55.000,-
Isi : 320 Halaman

Perlu diakui, Indonesia merupakan salah satu negara yang menganut paham pluralisme dalam beragama. Pluralisme di sini, diartikan sebagai menjunjung tinggi dan bersikap toleran terhadap eksistensi agama-agama lain. Dengan kata lain, eksistensi (keberadaan) agama-agama diakui oleh undang-undang. Disamping itu, Pancasila pada sila pertama yang berbunyi "Ketuhanan Yang Maha Esa", adalah salah satu bukti pengakuan negara atas lebih dari satu agama.

Melihat realita seperti itu, tentu hubungan antar agama di Indonesia sangat menarik untuk disimak. Pasalnya, dari enam agama (Islam, Katolik, Pretestan, Hindu, Budha, dan Konghucu) resmi negara, Indonesia memiliki potensi untuk menciptakan suatu komunitas religius yang dialogis. Artinya, suatu komunitas yang mampu mengayomi perbedaan (teologis) dari setiap agama. Memang, konsep interreligius semacam ini masih imagined (meminjam istilah Bennedict Anderson), namun peluang terciptanya komunitas religius dialogis tersebut sangat terbuka lebar.

Pluralisme atau pluralitas – yang sampai detik ini masih memicu pro dan kontra—merupakan suatu konsep yang mengakui kebenaran semua agama (secara teologis). Sikap anti (penolakan) terhadap pluralisme telah memicu lahirnya konflik agama, baik intern maupun lintas agama (interreligius). Konflik semacam itu, tak jarang kita temui di tubuh bangsa ini. Misalnya, konflik Poso, Ambon, Maluku, dll adalah contoh konkret tantangan pluralisme di Indonesia.

Secara histories, konflik-konflik itu tak lepas dari pemahaman atau kesadaran minim masyarakat akan pentingnya kerjasama, toleransi, dan hidup berdampingan dengan agama lain. Untuk mengatasi masalah tersebut, kesadaran tentang pluralisme harus ditanamkan sejak dini. Menurut Paul F. Knitter, untuk menciptakan hubungan antar agama tanpa konflik hanya ada satu jalan, yaitu dengan interreligius dialog.

Lantas, apakah mungkin menciptakan suatu komunitas tunggal yang tidak mengenal perbedaan teologis? Bisakah konsep interreligius dialog itu lahir dalam konteks realitas Indonesia sekarang ini?

Pertanyaan-pertanyaan itulah yang berusaha dijawab oleh Paul F. Knitter-- Guru Besar Teologi di Xavier University-- dalam buku ini. Buku yang berjudul Pengantar Teologi Agama-Agama, ini berusaha memberikan solusi alternative bagi kemandegan toleransi agama-agama di Indonesia saat ini.

Menurut Paul F. Knitter, menciptakan satu komunitas besar dari berbagai komunitas religius bukan pekerjaan mudah. Sebab, untuk mencapai hal itu yang pertama-tama harus dilakukan adalah menyadarkan masyarakat bahwa toleransi, kerjasama, dan hidup berdampingan dengan agama lain adalah penting. Oleh karena itu, melalui buku ini, ia berusaha menyadarkan masyarakat Indonesia, khususnya umat kristiani, akan pentingnya hidup berdampingan dengan agama lain.

Paul F. Knitter mencoba membangun kesadaran pluralisme (pluralitas) dengan mengawali dari umat kristiani. Meskipun buku ini memiliki nuansa kristiani yang sangat kental, akan tetapi spirit yang diusung melebihi dari itu, yakni kesadaran toleransi bagi setiap agama, baik Kristiani, muslim, hindu, budha, dll. Oleh karena itu, kehadiran buku ini sangat penting mengingat kondisi kesadaran toleransi umat beragama di negeri ini mengalami degradasi.

Factor fundamental penyebab kemunculan konflik agama antara lain; sikap intoleransi, sentimen keagamaan, arogansi keagamaan, truth claim, dan fanatisme agama. Bagi Paul, factor-faktor tersebut dapat diminimalisasi atau bahkan dilenyapkan dengan menciptakan suatu komunitas religius yang dialogis. Dimana satu agama dengan agama lain hidup berdampingan, rukun dan bekerjasama.

Buku ini mengingatkan kita akan dua hal, yakni peringatan dan undangan. Pertama, buku ini mencoba mengingatkan umat kristiani (tetapi bukan hanya umat krisitani) akan adanya kewajiban untuk bersikap serius terhadap agama-agama lain, lebih memahami mereka, berdialog dengan mereka, dan bekerjasama dengan mereka.

Kedua, buku ini ingin menunjukkan berbagai keuntungan yang membuat hidup ini lebih bermanfaat dan iman makin diperkuat karena berkomunikasi dengan dan belajar dari sesama yang beragama lain. Untuk menapaki jalan imannya sendiri, seseorang perlu berjalan bersama umat lain.

Dalam pandangan Paul F. Knitter, agama-agama di dunia ini harus bersekutu (bersatu), bukan untuk membentuk suatu agama tunggal (absolut), tetapi suatu komunitas dialogis dari antara berbagai komunitas. Pasalnya, citra agama masa depan tidak hanya diperlihatkan dalam foto-foto kegiatan gereja, sinagoga, pura, dan masjid. Tetapi dalam apa yang dunia saksikan dan ribuan orang alami di Parlemen Agama-Agama Sedunia (World Parliament of Religions) di Chicago 1993 dan di Cape Town tahun 1999. Dalam kumpulan itu, para tokoh agama besar dunia menekankan akan pentingnya kerjasama antar agama-agama. (hlm. 9).

Secara teoritis, inti dari konsep yang ditawarkan Paul itu terletak pada dialog agama-agama. Tanpa dialog, mustahil akan terwujud suatu hubungan harmonis antar pemeluk agama. Untuk itu, yang perlu diperhatikan adalah bagaimana menciptakan suasana dialog dalam realitas pluralisme agama seperti Indonesia?

Menurut Leonard Swidier, ada beberapa prinsip dasar dialog yang harus diperhatikan, yakni menghilangkan pre-persepsi, kejujuran dan kesalingmengertian, tidak buruk sangka, terbuka, mampu menerima perbedaan (pendapat), par cum pari, mutual trust, self-critical, dan empati terhadap agama lain.

Prinsip-prinsip tersebut merupakan kunci bagi terwujudnya suatu komunitas religius yang dialogis sebagaimana diandaikan Paul F. Knitter. Untuk konteks Indonesia, buku ini perlu diapresiasi guna menumbuhkan kesadaran akan signifikansi kerjasama antar agama-agama.

Sungguh menarik membaca buku setebal 293 halaman ini. Selain menambah wacana (pengetahuan) tentang pluralisme agama, buku ini juga berusaha menjawab tantangan pluralisme agama itu sendiri, seperti konflik, intoleransi, truth claim, dan lain-lain. Untuk itu, buku ini penting dibaca guna mencari solusi bagi persoalan-persoalan pluralisme agama di negeri ini. Akhirnya, semoga kehadiran buku ini bisa mewujudkan agama masa depan tanpa konflik. selamat membaca!***

*) Alumnus PP Annuqayah Guluk-Guluk Sumenep, Madura

Jurnalnet.com 30/04/2008 - 10:02 WIB


Free Blogger Templates by Isnaini Dot Com and BMW Cars. Powered by Blogger